RADAR24.co.id – Aktivitas penambangan ilegal yang merusak sejumlah bukit di Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung, kembali menuai sorotan publik.

 

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung bersama Polda Lampung telah menyegel enam lokasi tambang galian C dalam sebulan terakhir, sebagai bentuk represif yang merupakan penindakan terhadap kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

 

Akademisi Hukum Universitas Lampung, Dr. Yusdianto, SH, MH, menilai bahwa praktik penambangan liar ini bukan hanya merugikan secara ekologis, tetapi juga membawa dampak serius terhadap kehidupan masyarakat dan pendapatan daerah.

 

“Kalau bicara hukum terkait pengerusakan bukit, jelas ada konsekuensinya. Antara lain kerugian atas kerusakan lingkungan, dampaknya ke masyarakat, dan tidak adanya pemasukan bagi pemerintah,” ujarnya, Senin (12/5/2025).

 

Menurutnya, langkah penyegelan harus disertai tindak lanjut hukum yang tegas dan pemulihan lingkungan. Dan dirinya pun mengapresiasi tindakan Kepolisian Daerah Lampung di bawah kepemimpinan Kapolda Lampung Irjen Pol. Helmy Santika yang peka terhadap kerusakan lingkungan dan juga menjadi keperhatinan publik khususnya masyarakat kota Bandar Lampung. Dimana jajaran Polda Lampung selalu hadir untuk Masyarakat dari segala aspek.

 

Yusdianto juga mendorong agar ganti rugi diberlakukan sesuai ketentuan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

 

“Jangan sampai penyegelan ini hanya bersifat sementara. Harus ada efek jera bagi pelaku,” tambahnya.

 

Ia menilai praktik tambang ilegal selama ini hanya menguntungkan segelintir orang, yakni pemilik dan pengelola bukit, sementara kerugiannya ditanggung masyarakat luas.

 

“Keuntungannya mereka yang dapat, tanpa memikirkan bagaimana penghijauan kembali lahan yang sudah hampir gundul. Bahkan pohon-pohon yang menjadi resapan air sudah tidak ada, dan itu berisiko memicu bencana alam,” tegasnya.

 

Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika melalui jajaran Polda Lampung terutama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) telah mengintruksikan dan menyatakan akan mengusut tuntas para pelaku penambangan ilegal, baik yang berada di lapangan maupun aktor di balik layar.

 

Dalam keterangannya, Polda menyebut sejumlah pasal yang berpotensi menjerat pelaku, antara lain:

 

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur tentang aktivitas penambangan tanpa izin resmi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

 

Pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terkait kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, dengan ancaman penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.

 

Penyegelan dilakukan di enam lokasi, yakni dua tambang batu di Kelurahan Waylaga, tiga tambang batu di Campang Raya, dan satu tambang batu di Campang Jaya.

 

Polda juga menegaskan keterlibatan pihaknya dalam setiap razia bersama DLH, termasuk pengumpulan alat bukti dan pemetaan jaringan pelaku.

 

Langkah tegas aparat ini disambut baik oleh akademisi dan masyarakat sipil. Mereka berharap proses hukum tidak berhenti pada pekerja lapangan, tetapi juga menyasar pihak yang memberi perlindungan atau terlibat dalam alur perizinan fiktif.

 

“Penegakan hukum harus menyeluruh. Jangan hanya berhenti pada penyegelan lokasi, tapi juga sampai pada pemulihan lingkungan dan keadilan bagi warga yang terdampak,” pungkas Yusdianto.

 

Polda Lampung menegaskan, penanganan tambang ilegal merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi sumber daya alam dan kepentingan masyarakat luas dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.

 

Ng