RADAR24.co.id — Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengumumkan serangkaian kebijakan baru untuk meredam keresahan publik akibat tingginya biaya hidup. Kebijakan tersebut mencakup bantuan tunai untuk seluruh warga dewasa dan penurunan harga bahan bakar subsidi RON95. Pengumuman ini disampaikan dalam siaran televisi nasional pada Rabu (23/7), hanya beberapa hari sebelum aksi unjuk rasa besar yang direncanakan berlangsung di Kuala Lumpur pada Sabtu mendatang.
Dalam pernyataannya, Anwar mengatakan bahwa seluruh warga Malaysia berusia di atas 18 tahun akan menerima bantuan tunai satu kali sebesar 100 ringgit (setara Rp385.500-an). Penyaluran akan dimulai pada 31 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Malaysia. Pemerintah juga akan meningkatkan total anggaran bantuan tunai tahun depan menjadi 15 miliar ringgit (sekitar Rp51 triliun), naik dari alokasi awal sebesar 13 miliar ringgit (Rp50,13 triliun).
“Saya mengakui keluhan masyarakat dan menerima bahwa biaya hidup masih menjadi tantangan yang harus ditangani, meskipun berbagai langkah telah diumumkan sejauh ini,” kata Anwar. Ia juga menyampaikan bahwa inisiatif tambahan untuk membantu kelompok miskin akan diumumkan pada Kamis.
Anwar menegaskan bahwa pemerintah akan mengumumkan rincian kebijakan penyesuaian subsidi bahan bakar RON95 sebelum akhir September. Setelah kebijakan baru diterapkan, harga BBM untuk warga Malaysia di SPBU akan turun dari 2,05 ringgit menjadi 1,99 ringgit per liter. Namun, warga negara asing tetap harus membayar harga pasar penuh tanpa subsidi. Belum ada penjelasan resmi terkait mekanisme pengawasan dan penerapan kebijakan ini.
Langkah-langkah tersebut diumumkan di tengah tekanan politik yang meningkat. Partai-partai oposisi berencana menggelar aksi unjuk rasa pada Sabtu (20/7) dengan tuntutan utama agar Anwar mengundurkan diri karena dianggap gagal mengendalikan harga dan memenuhi janji reformasi. Polisi memperkirakan jumlah peserta demo akan berkisar 10.000 hingga 15.000 orang.
Sepanjang tahun ini, pemerintahan Anwar telah mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara dan efisiensi fiskal, termasuk kenaikan upah minimum, peningkatan tarif listrik untuk pengguna besar, dan perluasan cakupan pajak penjualan dan jasa (SST). Anwar menyebut kebijakan tersebut ditujukan untuk korporasi besar dan kelompok kaya, namun pengkritik khawatir bahwa beban biaya akan tetap dirasakan masyarakat umum, termasuk kalangan menengah dan bawah.
Meski upaya pemerintah dianggap penting dalam menjaga daya beli masyarakat, kalangan analis mengingatkan potensi dampaknya terhadap stabilitas fiskal negara. Ekonom Kenanga Investment Bank, Muhammad Saifuddin Sapuan, menyebut bantuan tunai dan subsidi sebagai langkah strategis untuk mendorong permintaan domestik di tengah ketidakpastian global. Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan ini berisiko membebani anggaran.
“Langkah ini penting, tetapi menimbulkan biaya besar, terutama dari sisi pembiayaan oleh pemerintah, dan kemungkinan akan menekan target fiskal,” katanya.
Sementara itu, analis dari Fitch Ratings, Kathleen Chen, menyatakan bahwa keterlambatan dalam pelaksanaan rasionalisasi subsidi dapat menghambat target pemerintah untuk menurunkan defisit fiskal menjadi 3% pada 2028. Fitch memperkirakan bahwa utang pemerintah umum Malaysia akan tetap tinggi, yaitu sekitar 76,5% dari PDB pada tahun 2025, dan hanya akan mengalami penurunan secara bertahap dalam jangka menengah.
Aj/Reuters