RADAR24.co.id  — Kritik tajam dilontarkan Mahfud MD terhadap putusan pengadilan dalam kasus korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Dalam pernyataannya, Mahfud menilai vonis terhadap Tom justru mencederai rasa keadilan publik.

“Selama ini saya selalu mendukung penuh setiap putusan pengadilan terhadap koruptor, tapi kali ini untuk kasus Tom Lembong tidak. Rasa keadilan kita terganggu dengan putusan pengadilan seperti ini,” ujar Mahfud, dikutip dari akun Instagram @hukum.perubahan pada Rabu (23/7).

Pernyataan Mahfud merespons hasil persidangan yang menyatakan Tom bersalah, meskipun fakta persidangan menunjukkan ia tidak menikmati hasil tindak pidana dan tidak memiliki niat jahat (mens rea). Meski demikian, majelis hakim tetap menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan Hakim Dinilai Janggal

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Tom Lembong bersalah atas kebijakan impor gula tanpa koordinasi formal (rakor), yang dianggap menyalahi prosedur dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194 miliar. Meski tidak terbukti memperkaya diri, hakim tetap menjatuhkan hukuman dengan pertimbangan bahwa tindakan tersebut melanggar prinsip-prinsip demokrasi ekonomi Pancasila.

Kuasa Hukum Ajukan Banding

Ari Yusuf Amir, kuasa hukum Tom Lembong, menyebut putusan ini mengandung banyak kejanggalan. Dalam pernyataannya, ia menegaskan pihaknya telah mengajukan banding dan menyebut bahwa vonis tersebut lebih didasarkan pada tafsir ideologis dan prosedural, bukan pada fakta hukum yang objektif.

“Klien kami tidak menerima uang sepeser pun. Tidak ada uang pengganti, tidak ada kerugian negara yang jelas. Tapi tetap dihukum karena dianggap tak sesuai dengan prinsip ekonomi Pancasila. Ini bukan tafsir hukum, ini tafsir ideologi yang bias,” ujar Ari Yusuf Amir.

Menurutnya, kebijakan impor gula dilakukan dalam kapasitas Tom sebagai pejabat negara berdasarkan pertimbangan darurat pasokan, dan distribusinya bahkan dilakukan melalui koperasi atas arahan presiden saat itu.

Kasus ini menjadi preseden penting soal bagaimana hukum dapat digunakan untuk menjerat kebijakan yang tidak disukai, meski tak menimbulkan keuntungan pribadi. Kritik Mahfud MD mempertegas bahwa hukum harus berpihak pada keadilan substansial, bukan hanya prosedur administratif.

 

AJ