RADAR24.co id – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengingatkan bahwa memutar rekaman suara alam, termasuk kicauan burung, tetap dikenakan royalti. Ketua Umum LMKN, Dharma Oratmangun, menegaskan bahwa setiap rekaman fonogram—apapun bentuknya—memiliki hak yang melekat pada produser rekaman.

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” ujar Dharma seperti dikutip dari Suaracom, Senin (4/8/2025).

Pernyataan itu menanggapi tren sebagian pelaku usaha—seperti restoran dan kafe—yang memilih memutar suara alam demi menghindari kewajiban royalti musik. Menurut Dharma, narasi semacam itu justru menyesatkan dan tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan hak terkait.

“Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” tambahnya.

Dalam keterangannya kepada Kumparan, Dharma juga menegaskan bahwa Indonesia menjunjung perjanjian internasional mengenai hak cipta dan hak terkait. Artinya, lagu-lagu internasional pun tetap wajib dikenai royalti saat digunakan di ruang publik atau tempat usaha.

Sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Tahun 2016, tarif royalti yang harus dibayar oleh tempat usaha seperti restoran ditetapkan sebesar Rp60.000 per kursi per tahun. Tarif tersebut mencakup hak pencipta dan hak terkait, termasuk produser fonogram yang merekam suara.

Dengan demikian, pelaku usaha diimbau untuk tidak mencari celah yang melanggar aturan, melainkan mengikuti regulasi yang berlaku demi menghormati kerja para pencipta dan produser musik.