RADAR24.co.id — Kelompok Hamas pada Senin (18/8/2025) menyatakan menerima penuh proposal gencatan senjata selama 60 hari yang diajukan mediator Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat. Kesepakatan itu mencakup penghentian sementara serangan militer dan pertukaran sandera Israel di Gaza dengan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Menurut laporan Reuters dan The Guardian, Hamas menyetujui rancangan kesepakatan tanpa amandemen. Rencana tersebut mengatur pembebasan setengah dari sandera Israel yang masih hidup, termasuk sejumlah jenazah, sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina oleh Israel.
Seorang pejabat Hamas yang dikutip Al Jazeera menyebut kesepakatan ini sebagai “langkah penting menuju perdamaian yang lebih luas.” Namun hingga Selasa (19/8), Pemerintah Israel belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penerimaan proposal itu. Media lokal Israel melaporkan, keputusan akhir akan ditentukan oleh kabinet perang yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Kesepakatan ini memberi harapan baru bagi warga Gaza yang menghadapi krisis kemanusiaan akut. Data otoritas kesehatan Palestina menyebut jumlah korban tewas akibat perang telah melampaui 62 ribu jiwa, sementara jutaan warga lainnya hidup dalam keterbatasan pangan, air bersih, dan layanan kesehatan.
Persetujuan Hamas muncul di tengah demonstrasi besar-besaran di Israel, di mana ratusan ribu warga turun ke jalan menuntut pemerintah segera memulangkan sandera dan menghentikan perang.
Hingga kini, dunia internasional menunggu apakah Israel akan merespons positif langkah Hamas ini. Jika disetujui, gencatan senjata 60 hari tersebut akan menjadi jeda terpanjang sejak perang Gaza meletus pada Oktober 2023 lalu.
Sumber : Reuter, The Guardian