RADAR24.co.id  – Buku berjudul Jokowi’s White Paper karya Roy Suryo, pakar telematika; Rismon Sianipar, ahli digital forensik; dan dr. Tifauzia Tiyassuma (Dokter Tifa), resmi diperkenalkan ke publik, Senin (18/8/2025). Buku ini menuai kontroversi karena memuat kajian dari tiga disiplin ilmu berbeda yang meragukan keaslian dokumen akademik Presiden Joko Widodo.

Dalam paparan isinya, Rismon Sianipar menguraikan analisis digital forensik terhadap dokumen ijazah Jokowi. Ia menggunakan metode perbandingan warna RGB dan CMYK, deteksi watermark, serta pemeriksaan tanda tangan. Hasilnya, menurut Rismon, terdapat kejanggalan yang menguatkan dugaan bahwa dokumen akademik tersebut bermasalah.

Sementara itu, dr. Tifa menyoroti aspek neuropolitika. Ia memetakan pola perilaku dan pengambilan keputusan Jokowi selama berkuasa dengan pendekatan ilmu saraf perilaku. Menurutnya, terdapat pola yang konsisten antara kontroversi akademik dengan gaya kepemimpinan yang ditunjukkan Jokowi.

Adapun Roy Suryo lebih banyak menyoroti sisi kronologis polemik ijazah. Ia mendokumentasikan rangkaian peristiwa sejak munculnya tuduhan ijazah palsu, merujuk pada skripsi dan seminar di Universitas Islam Indonesia (UII), hingga kasus kriminalisasi tokoh yang dianggap kritis, seperti Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur. Roy bahkan menyebut bahwa skripsi Jokowi “99,9 persen palsu” sehingga meragukan keaslian ijazah yang dipakai.

 

Buku ini ditulis dengan bahasa populer agar mudah dipahami masyarakat luas, dan direncanakan terbit dalam edisi bahasa Indonesia maupun Inggris. Versi internasional disebut akan tersedia di Amazon dalam format cetak dan digital.

 

Namun, peluncuran buku tersebut diwarnai polemik. Awalnya, acara dijadwalkan berlangsung di Ruang Nusantara, UC Hotel UGM, Yogyakarta, bertepatan dengan Hari Konstitusi pada 18 Agustus 2025. Pihak kampus UGM membatalkan acara dengan alasan prosedural dan menilai kegiatan bernuansa politis.

 

Akhirnya, peluncuran dipindahkan mendadak ke salah satu coffee shop di kawasan UC UGM. Di lokasi baru, acara sempat mengalami gangguan teknis, mulai dari AC dan lampu yang mati mendadak hingga adanya pihak yang disebut mengintimidasi panitia. Roy Suryo menyebut insiden itu sebagai bentuk tekanan terhadap upaya mereka membuka fakta.

 

Meski menuai kontroversi, penulis buku menegaskan bahwa karya ini bukan bentuk penghakiman.

 

“Buku ini adalah pembelaan terhadap kebenaran. Jika ada pihak yang keberatan, silakan jawab dengan riset dan buku juga,” ujar dr. Tifa.