RADAR24.co.id — Suasana depan Gedung DPR RI kembali memanas. Ribuan massa yang menamakan diri “Revolusi Rakyat Indonesia” berunjuk rasa menolak kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR. Aksi yang semula berjalan dengan orasi dan yel-yel akhirnya berujung ricuh ketika aparat kepolisian berusaha membubarkan massa. Jakarta, Senin (25/8/2025)

Di tengah dorong-dorongan dan lemparan benda keras, dua anak muda terkapar berlumuran darah tepat di depan gerbang utama DPR RI. Mereka bukan kriminal. Mereka bukan perusuh. Mereka adalah bagian dari rakyat yang datang untuk menyuarakan protes terhadap kebijakan yang dinilai tidak masuk akal.

Salah seorang korban diketahui berasal dari Ciputat, Tangerang Selatan. Ia mengalami luka bocor di bagian belakang kepala setelah terkena lemparan batu. Darah mengucur deras dari kepalanya hingga membuat sejumlah orang panik. Padahal, menurut saksi mata, korban hanya berdiri di dekat aparat yang tengah menekan massa aksi, tanpa melakukan perlawanan.

“Aku ada, aku ada (peralatan medis),” teriak seorang perempuan dengan tas hitam. Ia bergegas memberikan pertolongan pertama. Namun kondisi korban yang terus kehilangan darah membuatnya harus segera dievakuasi ke ambulans.

Tak jauh dari lokasi itu, seorang pemuda lain tergeletak dengan kondisi tangan kanan terkilir. Ia menahan sakit di atas aspal panas sambil menunggu bantuan. Beberapa orang kemudian menandu tubuhnya keluar dari kerumunan dan membawanya ke arah ambulans.

Kedua korban tersebut menjadi simbol betapa rakyat kecil harus menanggung risiko luka-luka fisik ketika berhadapan dengan aparatus negara. Semua hanya karena berani menolak kebijakan DPR yang menaikkan tunjangan mereka sendiri, sementara kondisi rakyat semakin sulit akibat harga-harga kebutuhan pokok yang tak terkendali.

Aksi bertajuk “Revolusi Rakyat Indonesia” ini mendapat perhatian luas di media sosial sejak pagi hari. Seruan untuk turun ke jalan viral di berbagai platform, mengundang kehadiran beragam kelompok masyarakat. Buruh dengan bendera serikatnya, mahasiswa dengan almamater, ibu rumah tangga dengan poster sederhana, hingga pedagang kecil dengan spanduk buatan tangan ikut meramaikan barisan.

Di tengah orasi, yel-yel “cukup sudah, rakyat bukan sapi perahan para elite!” menggema dari pengeras suara dan disambut sorakan massa. Jalan di depan kompleks parlemen penuh sesak oleh teriakan yang menyuarakan amarah, sekaligus keputusasaan.

Namun situasi berubah tegang ketika aparat mulai mendorong barisan massa. Sejumlah lemparan batu dan benda keras mewarnai pembubaran paksa. Di sinilah dua pemuda itu menjadi korban.

Peristiwa ini menambah catatan kelam dalam sejarah aksi massa di depan Gedung DPR RI. Gerbang yang seharusnya menjadi simbol keterwakilan rakyat justru kembali bernoda darah rakyatnya sendiri.