RADAR24.co.id – Repan, warga Baduy Dalam yang damai berjualan madu di Jakarta, jadi korban dua kebrutalan sekaligus: begal bersenjata tajam dan birokrasi rumah sakit yang tak berperi kemanusiaan.
Peristiwa nahas terjadi dini hari Minggu (26/10) pukul 03.00 WIB di Jalan Pramuka, Rawasari, Cempaka Putih. Saat berjualan, Repan dijambret dua orang. Ia melawan, tapi tiba-tiba muncul dua pelaku lain – total empat orang mengeroyoknya dengan celurit.
“Saat dilawan, datang lagi dua orang. Langsung membacok pipi,” cerita Kepala Desa Kanekes (Adat Baduy), Oom, Selasa (4/11), mengutip keterangan langsung Repan.
Repan terus bertahan. Pukulan dan sabetan mengarah ke tubuhnya, hanya robek kaos. Puncaknya, celurit diayunkan ke kepala – Repan tangkis dengan tangan kiri. Akibatnya, luka bacok dalam hingga butuh 10 jahitan.
Para begal kabur usai merampas Uang hasil jualan: Rp 3 juta, Stok madu: 10 botol, HP pinjaman: 1 unit
Berdarah-darah, Repan buru-buru ke RS terdekat di Cempaka Putih. Tapi di sinilah tragedi kedua: ditolak perawatan darurat karena tak punya KTP.
“Sebagai warga Baduy Dalam, Repan memang tak boleh punya identitas administrasi. Tapi nyawa orang kok dikorbankan birokrasi?” keluh Oom pilu.
Tak punya pilihan, Repan jalan kaki 5 jam dari Cempaka Putih ke Tanjung Duren, Jakarta Barat, mencari kenalan bernama Pak Melo. “Hampir kehabisan darah,” ujar Oom.
Baru sekitar pukul 08.00 pagi, setelah Pak Melo menjelaskan status adat Repan, ia akhirnya dirawat.
Kasus ini resmi dilaporkan ke Polsek Cempaka Putih pada Minggu (2/11) dan kini ditangani Reskrim. Kades Oom menuntut proses cepat: “Kalau seminggu pelaku tak tertangkap, kasihan Repan.”
Ia bahkan siap “turun gunung” bantu polisi. “Repan ini cucu Puun Yasih, guru besar Haji Hercules – kami tak terima dia diperlakukan begini,” tegas Oom.
Kasus ini bukan sekadar perampokan, tapi cermin paradoks: adat suku terjepit di tengah kota modern yang tak lagi manusiawi.



