RADAR24.co.id — Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Aceh menyampaikan kritik keras kepada pemerintah pusat yang hingga kini belum menetapkan status bencana nasional atas banjir bandang dan longsor besar di Sumatra. Ketua Permahi DPC Aceh, Rifqi Maulana, S.H., menilai kondisi di sejumlah daerah terdampak sudah berada pada titik yang tidak dapat ditangani oleh pemerintah daerah saja.

“Ini bukan bencana biasa. Kerusakannya sangat luas, korban sangat banyak, dan masyarakat hidup dalam kondisi yang tidak layak. Sulit dipercaya ini masih terjadi di Indonesia,” ujar Rifqi, Minggu (7/12/2025).

“Sudah Seminggu Lebih, Tapi Kenyataan di Lapangan Masih Sama”

Rifqi mengatakan bahwa setelah lebih dari satu minggu pasca bencana, banyak warga masih belum mendapatkan bantuan. Sebagian bahkan bertahan hidup dengan minum air banjir dan makanan seadanya.

“Ada daerah yang belum tersentuh sama sekali. Tidak ada air bersih, tidak ada listrik, tidak ada logistik. Banyak warga kehilangan rumah dan tidur di tempat terbuka. Kalau ini bukan kegentingan nasional, lalu apa?” katanya.

Ia menyebut laporan warga tentang bau jenazah di beberapa titik sebagai sinyal bahwa situasi tidak bisa ditunda lagi.

Akses Lumpuh, Warga Terisolir, Bantuan Inkonsisten

Kerusakan infrastruktur membuat evakuasi dan distribusi bantuan berjalan sangat lambat. Banyak jembatan putus, jalan utama longsor, dan wilayah pedalaman terisolir total.

“Banyak titik tidak bisa dijangkau. Ini sudah bukan soal kurangnya relawan, tetapi skala bencana ini membutuhkan intervensi dari pemerintah pusat secara penuh.”

Rifqi menambahkan bahwa bantuan yang masuk pun tidak merata—ada titik yang kebanjiran bantuan, ada titik yang tidak mendapatkan apa pun.

Desakan Keras: Negara Harus Hadir, Bukan Sekadar Pernyataan

Dalam pernyataannya, Rifqi menyentil pejabat pusat yang menurutnya terlalu sibuk membuat pernyataan optimistis tanpa melihat fakta lapangan.

“Warga tidak butuh kalimat ‘kita bisa bangkit sendiri’. Fakta di lapangan tidak menunjukkan itu. Kita butuh bantuan besar, terkoordinasi, dan cepat. Bukan sekadar kunjungan singkat atau pose depan kamera.”

Ia bahkan menyebut bahwa penggunaan anggaran negara seharusnya difokuskan pada penyelamatan warga.

Alihkan gaji menteri, fasilitas pejabat, anggaran perjalanan—semua. Ini menyangkut keselamatan 3,3 juta jiwa. Tidak ada prioritas yang lebih penting dari ini.”

Kerusakan Hutan dan Pertanyaan tentang Penyebab Bencana

Permahi Aceh juga menyinggung kerusakan hutan yang diduga memperparah banjir bandang. Rifqi mempertanyakan siapa sebenarnya pihak yang selama ini merusak kawasan penyangga.

“Hutan kita gundul. Kita semua tahu itu. Tapi mengapa tiba-tiba ada pihak yang bertahun-tahun dikritik soal perusakan hutan kini tampil sebagai pahlawan? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak boleh dibiarkan menggantung.”

Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu melakukan investigasi serius agar akuntabilitas tidak hilang dalam situasi darurat.