RADAR24.co.id – Akademisi dan pengamat kebijakan publik, Wibawanto Nugroho Widodo, Ph.D., menilai tantangan terbesar Presiden Prabowo Subianto setelah resmi menjabat Oktober 2024 bukan hanya soal legitimasi di mata rakyat, melainkan juga potensi perlawanan dari lingkaran dalam kekuasaan sendiri.
“Musuh bisa datang dari mana saja, termasuk dari dalam istana. Karena itu, konsolidasi loyalitas menjadi kunci,” ujar Wibawanto di Talkshow Rakyat Bersuara Inews TV, Selasa 2 September 2025.
Menurutnya, legitimasi pemerintahan tidak bisa dipaksakan atau direkayasa. Kepercayaan publik hanya lahir dari kerelaan rakyat, sementara stabilitas internal hanya akan terjaga jika presiden mampu memastikan tidak ada aktor politik di sekitarnya yang berjalan dengan agenda berbeda.
Demokrasi, Hukum, dan Ancaman Radikalisasi
Wibawanto menekankan pentingnya memperkuat institusi demokrasi dan penegakan hukum. Tanpa itu, Indonesia akan rapuh menghadapi dinamika global. “Ibarat tubuh dengan daya tahan lemah, negara akan mudah terserang penyakit jika rakyat tidak percaya pada demokrasi dan law enforcement,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, ketidakpuasan sosial-politik bisa dengan cepat berubah menjadi gerakan besar di era digital. Dalam situasi itu, keretakan internal di lingkaran kekuasaan justru bisa memperburuk keadaan.
Bersih-Bersih Lingkaran Kekuasaan
Mengutip teori Richard Neustadt, penasihat Presiden AS John F. Kennedy, Wibawanto menilai efektivitas seorang presiden tidak semata bergantung pada kekuasaan formal, melainkan pada kemampuannya meyakinkan aktor politik di sekitarnya.
“Pak Prabowo harus bisa menunjukkan bahwa mengikuti beliau berarti juga melayani kepentingan mereka. Untuk itu, perlu ada bersih-bersih internal,” ujarnya.
Namun ia menegaskan, persoalannya bukan siapa yang harus disingkirkan, melainkan kriteria apa yang dipakai untuk menilai loyalitas dan efektivitas pembantu presiden.
Dua Skenario
Wibawanto melihat ada dua skenario pemerintahan Prabowo periode 2024–2029. Pertama, presiden berhasil memimpin dengan satu gerbong loyal hingga akhir masa jabatan. Kedua, muncul perpecahan di dalam istana akibat perbedaan ideologi maupun hitungan politik.
“Kalau publik minta efisiensi, tunjukkan efisiensi itu. Kalau kabinet dibilang bekerja keras, buktikan bisa dipercaya oleh rakyat maupun audiens asing,” katanya.
Ia juga mendorong Prabowo menampilkan kader-kader baru yang kredibel untuk menjaga kepercayaan publik. “Restorasi legitimasi, penguatan demokrasi dan hukum, serta konsolidasi loyalitas internal adalah kunci kepemimpinan Pak Prabowo. Karena ingat, musuh bisa datang dari dalam istana sendiri,” tutupnya.