RADAR24.co.id — Hukuman pidana bagi orangtua yang menikahkan anak di bawah usia 18 tahun sudah mulai diberlakukan. Di mana, kasus perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat sudah diputuskan melanggar undang-undang dan divonis kurungan 4 bulan penjara.

 

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan penerapan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) pasal 10 benar-benar diberlakukan. “Orang tua yang menikahkan anaknya di bawah usia 18 tahun divonis oleh pengadilan negeri Mataram dengan putusan 4 bulan penjara. Ini sejarah di Indonesia,” katanya Selasa (12/8) siang.

 

Perkawinan anak sudah menjadi tindak pidana dan tindakan yang dilakukan tersebut berbahaya. Dengan adanya vonis tersebut, maka hukuman kepada orang tua yang menikahkan anaknya benar diberlakukan di Indonesia, khususnya di NTB. “Orangtua yang menikahkan anaknya meskipun anaknya mau, tidak ada paksaan, vonis 4 bulan penjara di PN Mataram,” katanya.

 

Yang kena dengan undang-undang TPKS tersebut adalah yang mengizinkan perkawinan. Dalam hal ini yang mengizinkan perkawinan adalah orang tua. Kedua orangtua dari pihak laki-laki dan perempuan dinyatakan terbukti secara sah dan bersalah membiarkan terjadinya perkawinan anak, sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. “Tidak ada terjadi perkawinan kalau orang tuanya tidak mengizinkan,” katanya.

 

Dalam kasus ini katanya, tidak ada Kepala Dusun (Kadus) yang terlibat. Namun jika Kadus juga membantu dalam perkawinan anak tersebut, maka akan ikut terjerat pasal tersebut. “Bapaknya yang ditahan. Karena yang memegang kendali kan bapaknya. Kalau anaknya kan korban. Bagaimanapun anak itu mau tapi kendali atas anak itu orang tua. Makanya orang tuanya kena. Ini dua-duanya yang ditahan orang tua dari pihak laki-laki dan perempuan,” katanya.

 

Sebelumnya, orangtua dari kedua anak tersebut baik laki-laki dan perempuan telah menandatangani surat pernyataan tidak akan menikahkan anak mereka. Akan tetapi, tetap melaksanakan pernikahan. Penyidik Polda NTB kemudian menaikkan status perkara ke tahap penyidikan karena menemukan unsur pemaksaan perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual