RADAR24.co.id — Polemik tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan menuai kritik luas publik. Namun, Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, justru memberikan tanggapan yang cukup keras.

 

Sahroni menyebut kritik yang dilontarkan sebagian masyarakat lahir dari mentalitas yang salah kaprah. “Publik itu senangnya lihat orang susah, dan tidak senang lihat orang senang. Jadi jangan diukur empati anggota DPR hanya dari besaran tunjangan,” ujarnya, dikutip dari Suaracom (20/8/2025).

 

Menurutnya, angka Rp50 juta bukanlah sesuatu yang fantastis seperti dipersepsikan publik. Justru, kata Sahroni, skema tunjangan tunai ini lebih efisien dibanding fasilitas rumah dinas yang membutuhkan biaya perawatan hingga sepuluh kali lipat lebih mahal. Banyak rumah dinas DPR pun sudah dikembalikan ke negara, sehingga pemerintah memilih opsi tunjangan tunai agar anggota dewan bisa menyewa tempat tinggal sendiri.

 

Sahroni juga menegaskan bahwa uang gaji maupun tunjangan besar yang diterima anggota DPR pada akhirnya kembali ke masyarakat, meskipun tidak dipublikasikan. Ia mencontohkan banyak legislator yang rutin menyalurkan bantuan ke daerah pemilihannya tanpa mengumbar ke media. “Kalau tangan kanan memberi, tangan kiri ya disembunyikan,” ujarnya, dikutip dari Liputan6com (20/8/2025).

 

Meski demikian, kritik publik terhadap besaran tunjangan tetap mengemuka. Banyak pihak menilai angka Rp50 juta per bulan tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat saat ini, terutama ketika pemerintah baru saja menyampaikan tidak ada kenaikan gaji PNS pada 2026 dengan alasan kecemburuan sosial.

 

Kontroversi tunjangan ini diprediksi masih akan menjadi sorotan, terutama soal bagaimana DPR membangun kepercayaan publik di tengah citra mewah fasilitas yang mereka terima.