RADAR24.CO.ID, Lampung — Wali Kota Metro, Wahdi Siradjuddin mendukung implementasi gagasan penggunaan bahasa Lampung di lingkungan sekolah. Menurutnya, hal itu akan berdampak positif terhadap pembentukan karakter bagi para pelajar di Bumi Ruwai Jurai.

Wahdi menjelaskan di titik tertentu, penggunaan bahasa daerah sebagai bentuk literasi dalam menghormati localwisdom, akan dapat menghilangkan etnosentrisme, atau pandangan yang menganggap kebudayaan sendiri lebih baik dari pada kebudayaan lain.

“Soal penggunaan bahasa daerah di sekolah, Kota Metro sudah. Salah satunya lewat Mulok. Jadi, Metro ini bahkan satu-satunya daerah dari 15 kabupaten kota yang punya muatan lokal untuk budaya, ya Kota Metro, termasuk juga mengenal cagar budaya,” kata Wahdi, Selasa, 3/9/2024.

“Ya, saya kira pelajar harus memahami kearifan lokal, itu penting sekali saya kira. Salah satu yang saya sampaikan tadi berkenaan dengan hilangnya etnosentrisme, karena kita memahami dan maka dapat menjaga budaya bersama-sama,” lanjutnya.

Gagasan tersebut disambut baik oleh salah seorang Pemuka Adat Lampung Pepadun, Abung Siwo Mego dari BuayNuban, Akhmad Husein. Menurut dia, Kota Metro merupakan refleksi dari Indonesia mini. Namun, kearifan lokal perlu dilestarikan, agar wibawa kebudayaan dapat diwariskan turun-temurun kepada generasi penerus.

“Kota Metro ini bisa dikatakan seperti Indonesia mini. Warga pendatang dan penduduk aslinya membaur saling hormat-menghormati, menerima berbagai macam suku, saling menghargai dan menghormati. Sehingga dalam kesehariannya di Kota Metro ini menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan penduduk asli Kota Metro yang suku Lampung itu, hampir hilang penggunaan bahasa lampungnya, keturunan-keturunannya juga sudah banyak yang tidak bisa berbahasa Lampung. Maka, kiranya perlu diadakan suatu program untuk melestarikan adat budaya,” kata Akhmad Husein saat dikonfirmasi.

Lebih dari itu, pria berusia 66 tahun bergelar Suttan Pengiran Rajo Kepalo Migo itu berharap, Pemkot Metro menyisipkan edukasi dan wawasan budaya Lampung lebih masif, agar dialektika daerah tetap lestari.

“Kalau bahasa dan seninya sudah diaplikasikan dalam pendidikan, maka butuh juga penyuluhan-penyuluhan dan penguatan materi kebudayaan yang mencerminkan kearifan lokal. Karena seni, budaya, bahasa dan adat itu kan merupakan aset daerah juga, maka seharusnya ada upaya lebih untuk melestarikannya,” jelasnya.

“Seperti misalnya di siaran-siaran radio, media-media masa elektronik, cobalah menampilkan seni seperti misalnya musik khas Lampung atau penggunaan bahasa Lampung juga, agar kearifan lokal di Kota Metro ini tetap lestari,” sambungnya.

Akhmad Husein juga mengapresiasi gagasan mengenai Lampung Day, yakni satu hari berbahasa Lampung. Menurut dia, hal itu akan menambah wawasan dan edukasi, serta menyelamatkan budaya berbahasa Lampung yang kian surut di Bumi Sai Wawai.

“Untuk gagasan Lampung Day, menurut saya itu bagus jika benar-benar dilaksanakan di sekolah-sekolah. Misalnya dengan membiasakan bertutur sapa, atau berdialog dengan menggunakan bahasa-bahasa Lampung, apalagi jika memang pihak sekolah serius menerapkannya. Karena memang di Lampung ini, khususnya di Kota Metro, kita itu sangat minim dialog bahasa daerah atau bahasa Lampung,” tandasnya.

Pewarta: Kiki.

Reporter: Odo Kuswantoro

Tag