RADAR24.co.id — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Benang Merah Keadilan meminta Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk memperkuat data-data dan melakukan verifikasi secara akurat dan komprehensif terkait keberadaan pemilik tanaman sawit yang ada di kawasan Hutan Negara.
Hal ini bertujuan untuk memilah antara Petani kecil dan Pemodal Perambah Hutan yang biasa disebut Cukong. Pasalnya, Cukong-cukong ini, membuat surat alas haknya atas nama orang lain seolah-olah masyarakat. Namun, dana pengelolaan sawitnya, baik perawatan hingga penjualan tanda buah sawit, bersumber dari Cukong itu sendiri.
“Satgas PKH jangan gentar! Saran kami, dengan data yang akurat, komprehensi dan faktual, maka proses pemulihan ini bisa lancar. Satgas PKH pasti sudah memahami siapa dibalik ini. Para Pemodal Perambah ini banyak berlindung dibalik nama petani. Masyarakat dijadikan ‘Cover’ saja. Satgas PKH harus tegas terhadap seluruh buah yang keluar dari kawasan hutan dikirim ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang mana. Satgas harus mengontrol dan monitor hingga ke Hulunya, yaitu Pabrik-Pabrik,” kata Direktur Eksekutif LSM Benang Merah Keadilan, Idris, saat memantau aksi unjukrasa yang berlangsung di Tugu Zapin Pekanbaru.
Namun, kata Idris, Satgas juga harus melihat sisi kemanusiaan terhadap mereka-mereka yang benar-benar petani kecil.
“Tak bisa dipungkiri, ada juga yang berkebun misalnya setengah hektar. Bagi mereka, itu urat nadinya. Jika diputus, maka akan langsung berdampak ke kehidupannya. Itu yang perlu diteliti. Oleh karena itu, prinsip keadilan juga harus dijalankan dalam proses mencari Benang Merah kasus ini melalui metode yang teliti, cermat, akurat namun tetap tegas. Baik penelusuran surat alas hak, data transaksi peron-peron atau ram sawit hingga transaksi di PKS yang patut diduga sebagai Penadah Pasal 480 KUHP kejahatan. Bila perlu dilibatkan PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan) untuk menelusuri aliran dana yang terindikasi hasil kejahatan yang kemudian ‘dicuci’ dalam bentuk usaha lain. Pidana harus dijalankan kalau mereka melawan,” lanjutnya.
Benang Merah juga menyoroti Satgas PKH untuk segera mengambil tindakan terhadap lahan-lahan sawit di area Konsesi Perusahaan HTI.
“Kami mengetahui Satgas PKH sudah memanggil para perusahaan pemilik Konsesi HTI untuk mendapatkan data-data batas dan siapa-siapa pemain sawit di area mereka. Saat ini, perusahaan HTI tidak perlu takut lagi atas tekanan perambah sawit yang berlindung di balik nama masyarakat karena sudah ada Satgas. Segera laporkan nama-nama itu dan Satgas langsung bertindak. Jika pemilik konsesi tidak koperatif, segera diberikan sanksi,” tegas Idris.
Tindakan tegas terhadap sawit di area konsesi ini, lanjutnya, perlu dilakukan agar ada rasa keadilan bagi masyarakat dimana perusahaan pemilik konsesi selama ini terkesan membiarkan.
“Pemilik konsesi HTI tidak bisa lagi berdalih atas alasan Sengketa Lahan. Kalau mereka tidak melaporkan, maka, berarti bukan sengketa lahan, melainkan Penelantaran. Penelantaran area konsesi harus diberikan sanksi berupa mengevaluasi izin konsesi tersebut. Kalau pemilik tidak membuka nama-nama cukong sawit yang bermodus petani itu, sebaiknya Negara mencabut Konsesi HTI perusahaan dan dikuasai oleh Negara,” sambung Idris lagi.
Terkait aksi unjukrasa kepada Gubernur Riau, Idris merasa sedikit heran. Pasalnya, Satgas PKH ini dibentuk oleh Pemerintah Pusat atas Perintah Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, namun anehnya pengunjukrasa malah menuntut ke Gubernur.
“Unjukrasa ini sedikit aneh, menuntut Gubernur. Padahal Satgas PKH ini perintah Presiden langsung. Mana ada Gubernur melawan perintah Pusat. Oleh sebab itu, melihat adanya upaya perlawanan, kami sarankan Kejaksaan Agung segera menambah Tim Personil untuk asistensi di Satgas PKH Kejati Riau agar berkas-berkas para cukong ini segera dirapikan untuk dipidanakan, termasuk tambahan personil dari Kodam I Bukit Barisan, serta BPKP untuk menghitung kerugian negara. Selamatkan Hutan, Harga Mati!,” tutup Idris.
Sebelumnya, Aksi unjukrasa ribuan orang yang menanam kelapa sawit di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Rabu (18/06/25) membuat aktivitas lalu lintas di jantung kota Pekanbaru menjadi lumpuh. Pasalnya, puluhan truk dan mobil pribadi dikerahkan mengangkut pengunjuk rasa dari dalam hutan tersebut.
Ditengah aksi unjukrasa beredar narasi di media sosial dan grup Whatsapp berisi kecurigaan terhadap aksi tersebut, yang berbunyi :
“Ada Apa di Balik Aksi Ini?
Puluhan bahkan ratusan truk dan kendaraan memenuhi jalan. Lautan manusia dan mesin ini bukan peristiwa biasa. Pertanyaannya:
Siapa pemilik kendaraan-kendaraan ini?
Siapa yang membiayai solar dan logistiknya?
Siapa yang menyuplai makan siang dan akomodasi mereka?
Siapa yang memberi komando?
Kita tidak menuduh. Kita hanya ingin tahu: ada aktor besar di balik panggung, atau ini gerakan murni?
Jangan sampai negara kalah oleh kekuatan tak terlihat yang mampu menggerakkan massa dan logistik sebesar ini. Jangan sampai aparat hanya menonton, dan rakyat hanya menjadi penonton pertunjukan yang disutradarai oleh kepentingan gelap.
Transparansi dan penegakan hukum adalah harga mati.”
AJ