RADAR24.co.id — Praktisi hukum Muhamad Ilyas yang juga merupakan ketua bidang hukum dan HAM DPN PERSADIN angkat bicara terkait peristiwa yang terjadi di kampus Umitra Lampung, yang beberapa kalangan memahami peristiwa tersebut berawal dari hubungan hukum privat (perdata) yang tentu subjek hukum masing-masing saling tunduk pada Pasal 1313, 1320, 1338 KUH Perdata, Asas-asas hukum kontrak kerja sama tersebut terdapat Kebebasan berkontrak, Konsensualisme, Pacta sunt servanda.

 

Peristiwa yang harusnya diselesaikan dengan upaya hukum perdata (res privata) justru bergeser ke ranah publik (res publica) dengan mendalilkan delik pidana.

 

Ilyas Menjelaskan, Masing-masing pihak tentu memiliki hak yang sama di hadapan hukum dengan dalil masing-masing “actori incumbit onus probandi” disinilah Aparat penegak hukum di uji kemampuannya untuk dapat mengkaji dan menentukan terjadinya suatu delik atau bukan delik pidana

 

” Dalam peristiwa tersebut APH dapat berpedoman dengan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika RI, jaksa Agung RI, Kepolisian RI nomor 229 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang pedoman Implementasi Atas Pasal tertentu dalam UU nomor 11 terkait UU ITE dengan pengelompokan pasal KSKB tentang pedoman kriteria implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” Kata Ilyas Kepada Radar24, Sabtu 8/3/24.

 

Lanjut Ilyas, Pasal 27 ayat (1) Fokus pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.

Selanjutnya pasal 27 ayat (2) Fokus pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.

” Dan pasal 27 ayat (3) Fokus pasal ini adalah: (1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum” Terangnya.

 

 

” Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.” Imbuhnya.

 

Dengan sajian regulasi tersebut maka dia menilai baik dari kajian materill dan yuridis apa yang di sampaikan bapak Dr. Andi Surya selaku pemilik yayasan Umitra Lampung melalui media sosial tentu jauh dari delik pidana seperti apa yang di tuduhkan saat ini.

 

” Maka APH harus dapat mengkontruksikan peristiwa dan hubungan hukum seobjektif mungkin berdasarkan regulasi yang ada” Tutup mantan aktivis YLBHI-LBH. Bandar Lampung dan Dewan Daerah WALHI Lampung ini.

 

 

AJ